1. MENGHADAP KA’BAH
1. Apabila anda – wahai Muslim – ingin menunaikan shalat, menghadaplah ke Ka’bah (qiblat) dimanapun anda berada, baik shalat fardlu maupun shalat sunnah, sebab ini termasuk diantara rukun-rukun shalat, dimana shalat tidak sah tanpa rukun ini.
2.
Ketentuan menghadap qiblat ini tidak menjadi keharusan lagi bagi
‘seorang yang sedang berperang’ pada pelaksanaan shalat khauf saat
perang berkecamuk dahsyat.
* Dan tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang tidak sanggup seperti orang yang sakit atau orang yang dalam perahu, kendaraan atau pesawat bila ia khawatir luputnya waktu.
* Juga tidak
menjadi keharusan lagi bagi orang yang shalat sunnah atau witir sedang
ia menunggangi hewan atau kendaraan lainnya. Tapi dianjurkan kepadanya –
jika hal ini memungkinkan – supaya menghadap ke qiblat pada saat
takbiratul ikhram, kemudian setelah itu menghadap ke arah manapun
kendaraannya menghadap.
3. Wajib
bagi yang melihat Ka’bah untuk menghadap langsung ke porosnya, bagi yang
tidak melihatnya maka ia menghadap ke arah Ka’bah.
)*gambar lengkap cara sholat (foto) ada di akhir artikel ini
HUKUM SHALAT TANPA MENGHADAP KA’BAH KARENA KELIRU
4. Apabila
shalat tanpa menghadap qiblat karena mendung atau ada penyebab lainnya
sesudah melakukan ijtihad dan pilihan, maka shalatnya sah dan tidak
perlu diulangi.
5. Apabila
datang orang yang dipercaya saat dia shalat, lalu orang yang datang itu
memberitahukan kepadanya arah qiblat maka wajib baginya untuk segera
menghadap ke arah yang ditunjukkan, dan shalatnya sah.
2. BERDIRI
6. Wajib bagi yang melakukan shalat untuk berdiri, dan ini adalah rukun, kecuali bagi :
* Orang yang shalat khauf saat perang berkecamuk dengan hebat, maka dibolehkan baginya shalat di atas kendaraannya.
* Orang yang sakit yang tidak mampu berdiri, maka boleh baginya shalat sambil duduk dan bila tidak mampu diperkenankan sambil berbaring.
* Orang yang shalat nafilah (sunnah) dibolehkan shalat di atas kendaraan atau sambil duduk jika dia mau, adapun ruku’ dan sujudnya cukup dengan isyarat kepalanya, demikian pula orang yang sakit, dan ia menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya.
* Orang yang sakit yang tidak mampu berdiri, maka boleh baginya shalat sambil duduk dan bila tidak mampu diperkenankan sambil berbaring.
* Orang yang shalat nafilah (sunnah) dibolehkan shalat di atas kendaraan atau sambil duduk jika dia mau, adapun ruku’ dan sujudnya cukup dengan isyarat kepalanya, demikian pula orang yang sakit, dan ia menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya.
7. Tidak
boleh bagi orang yang shalat sambil duduk meletakkan sesuatu yang agak
tinggi dihadapannya sebagai tempat sujud. Akan tetapi cukup menjadikan
sujudnya lebih rendah dari ruku’nya -seperti yang kami sebutkan tadi-
apabila ia tidak mampu meletakkan dahinya secara langsung ke bumi
(lantai).
SHALAT DI KAPAL LAUT ATAU PESAWAT
8. Dibolehkan shalat fardlu di atas kapal laut demikian pula di pesawat.
9. Dibolehkan juga shalat di kapal laut atau pesawat sambil duduk bila khawatir akan jatuh.
10. Boleh juga saat berdiri bertumpu (memegang) pada tiang atau tongkat karena faktor ketuaan atau karena badan yang lemah.
SHALAT SAMBIL BERDIRI DAN DUDUK
11. Dibolehkan shalat lail (sholat
malam-red) sambil berdiri atau sambil duduk meski tanpa udzur (penyebab
apapun), atau sambil melakukan keduanya. Caranya; ia shalat membaca
dalam keadaan duduk dan ketika menjelang ruku’ ia berdiri lalu membaca
ayat-ayat yang masih tersisa dalam keadaan berdiri. Setelah itu ia ruku’
lalu sujud. Kemudian ia melakukan hal yang sama pada rakaat yang kedua.
12. Apabila
shalat dalam keadaan duduk, maka ia duduk bersila atau duduk dalam
bentuk lain yang memungkinkan seseorang untuk beristirahat.
SHALAT SAMBIL MEMAKAI SANDAL
13. Boleh shalat tanpa memakai sandal dan boleh pula dengan memakai sandal.
14. Tapi
yang lebih utama jika sekali waktu shalat sambil memakai sandal dan
sekali waktu tidak memakai sandal, sesuai yang lebih gampang dilakukan
saat itu, tidak membebani diri dengan harus memakainya dan tidak pula
harus melepasnya. Bahkan jika kebetulan telanjang kaki maka shalat
dengan kondisi seperti itu, dan bila kebetulan memakai sandal maka
shalat sambil memakai sandal. Kecuali dalam kondisi tertentu (terpaksa).
15. Jika
kedua sandal dilepas maka tidak boleh diletakkan di samping kanan akan
tetapi diletakkan di samping kiri jika tidak ada di samping kirinya
seseorang yang shalat, jika ada maka hendaklah diletakkan di depan
kakinya, hal yang demikianlah yang sesuai dengan perintah dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
SHALAT DI ATAS MIMBAR
16.
Dibolehkan bagi imam untuk shalat di tempat yang tinggi seperti mimbar
dengan tujuan mengajar manusia. Imam berdiri di atas mimbar lalu takbir,
kemudian membaca dan ruku’ setelah itu turun sambil mundur sehingga
memungkinkan untuk sujud ke tanah di depan mimbar, lalu kembali lagi ke
atas mimbar dan melakukan hal yang serupa di rakaat berikutnya.
(tambahan-red)
Posisi Imam dan Makmum Dalam Sholat Berjamaah
KEWAJIBAN SHALAT MENGHADAP PEMBATAS (SUTROH) DAN MENDEKAT KEPADANYA
17. Wajib
shalat menghadap tabir pembatas, dan tiada bedanya baik di masjid maupun
selain masjid, di masjid yang besar atau yang kecil, berdasarkan kepada
keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya :
Janganlah shalat melainkan menghadap pembatas, dan jangan biarkan
seseorang lewat di hadapanmu, apabila ia enggan maka perangilah karena
sesungguhnya ia bersama pendampingnya”. (Maksudnya syaitan).
18. Wajib mendekat ke pembatas karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal itu.
19. Jarak
antara tempat sujud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tembok
yang dihadapinya seukuran tempat lewat domba. maka barang siapa yang
mengamalkan hal itu berarti ia telah mengamalkan batas ukuran yang
diwajibkan.
KADAR KETINGGIAN PEMBATAS
20. Wajib
pembatas dibuat agak tinggi dari tanah sekadar sejengkal atau dua
jengkal berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya :
Jika seorang diantara kamu meletakkan di hadapannya sesuatu setinggi
ekor pelana (sebagai pembatas) maka shalatlah (menghadapnya), dan jangan
ia pedulikan orang yang lewat di balik pembatas”.
21. Dan ia
menghadap ke pembatas secara langsung, karena hal itu yang termuat dalam
konteks hadits tentang perintah untuk shalat menghadap ke pembatas.
Adapun bergeser dari posisi pembatas ke kanan atau ke kiri sehingga
membuat tidak lurus menghadap langsung ke pembatas maka hal ini tidak
sah.
22. Boleh
shalat menghadap tongkat yang ditancapkan ke tanah atau yang sepertinya,
boleh pula menghadap pohon, tiang, atau isteri yang berbaring di
pembaringan sambil berselimut, boleh pula menghadap hewan meskipun unta.
HARAM SHALAT MENGHADAP KE KUBUR
23. Tidak boleh shalat menghadap ke kubur, larangan ini mutlak, baik kubur para nabi maupun selain nabi.
HARAM LEWAT DI DEPAN ORANG YANG SHALAT TERMASUK DI MASJID HARAM
24. Tidak
boleh lewat di depan orang yang sedang shalat jika di depannya ada
pembatas, dalam hal ini tidak ada perbedaan antara masjid Haram atau
masjid-masjid lain, semua sama dalam hal larangan berdasarkan keumuman
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya :
Andaikan orang yang lewat di depan orang yang shalat mengetahui akibat
perbuatannya maka untuk berdiri selama 40, lebih baik baginya dari pada
lewat di depan orang yang sedang shalat”. Maksudnya lewat di antara
shalat dengan tempat sujudnya.
KEWAJIBAN ORANG YANG SHALAT MENCEGAH ORANG LEWAT DI DEPANNYA MESKIPUN DI MASJID HARAM
25. Tidak
boleh bagi orang yang shalat menghadap pembatas membiarkan seseorang
lewat di depannya berdasarkan hadits yang telah lalu.
“Artinya : Dan janganlah membiarkan seseorang lewat di depanmu …”.
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya :
Jika seseorang diantara kamu shalat menghadap sesuatu pembatas yang
menghalanginya dari orang lain, lalu ada yang ingin lewat di depannya,
maka hendaklah ia mendorong leher orang yang ingin lewat itu semampunya
(dalam riwayat lain : cegahlah dua kali) jika ia enggan maka perangilah
karena ia adalah syaithan”.
download gratis kajian MP3 Tatacara Sholat yang Benar | Sifat Sholat Nabi di :
BERJALAN KE DEPAN UNTUK MENCEGAH ORANG LEWAT
26. Boleh
maju selangkah atau lebih untuk mencegah yang bukan mukallaf yang lewat
di depannya seperti hewan atau anak kecil agar tidak lewat di depannya.
HAL-HAL YANG MEMUTUSKAN SHALAT
27. Di
antara fungsi pembatas dalam shalat adalah menjaga orang yang shalat
menghadapnya dari kerusakan shalat disebabkan yang lewat di depannya,
berbeda dengan yang tidak memakai pembatas, shalatnya bisa terputus bila
lewat di depannya wanita dewasa, keledai, atau anjing hitam.
3. NIAT
28. Bagi
yang akan shalat harus meniatkan shalat yang akan dilaksanakannya serta
menentukan niat dengan hatinya, seperti fardhu zhuhur dan ashar, atau
sunnat zhuhur dan ashar. Niat ini merupakan syarat atau rukun shalat.
Adapun melafazhkan niat dengan lisan maka ini merupakan bid’ah,
menyalahi sunnah, dan tidak ada seorangpun yang menfatwakan hal itu di
antara para ulama yang ditokohkan oleh orang-orang yang suka taqlid
(fanatik buta).
4. TAKBIR
29. Kemudian
memulai shalat dengan membaca. “Allahu Akbar” (Artinya : Allah Maha
Besar). Takbir ini merupakan rukun, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Pembuka Shalat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir, sedangkan penghalalannya adalah salam”.
30. Tidak boleh mengeraskan suara saat takbir di semua shalat, kecuali jika menjadi imam.
31. Boleh
bagi muadzin menyampaikan (memperdengarkan) takbir imam kepada jama’ah
jika keadaan menghendaki, seperti jika imam sakit, suaranya lemah atau
karena banyaknya orang yang shalat.
32. Ma’mum tidak boleh takbir kecuali jika imam telah selesai takbir.
MENGANGKAT KEDUA TANGAN DAN CARA-CARANYA
33. Mengangkat kedua tangan, boleh bersamaan dengan takbir, atau sebelumnya, bahkan boleh sesudah takbir. Kesemuanya ini ada landasannya yang sah dalam sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
34. Mengangkat tangan dengan jari-jari terbuka.
35.
Mensejajarkan kedua telapak tangan dengan pundak/bahu, sewaktu-waktu
mengangkat lebih tinggi lagi sampai sejajar dengan ujung telinga.
MELETAKKAN KEDUA TANGAN DAN CARA-CARANYA
36. Kemudian
meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri sesudah takbir, ini
merupakan sunnah (ajaran) para nabi-nabi Alaihimus Shallatu was sallam
dan diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para
sahabat beliau, sehingga tidak boleh menjulurkannya.
37. Meletakkan tangan kanan di atas punggung tangan kiri dan di atas pergelangan dan lengan.
38. Kadang-kadang menggenggam tangan kiri dengan tangan kanan.
TEMPAT MELETAKKAN TANGAN
40. Tidak meletakkan tangan kanan di atas pinggang.
KHUSU’ DAN MELIHAT KE TEMPAT SUJUD
41.
Hendaklah berlaku khusu’ dalam shalat dan menjauhi segala sesuatu yang
dapat melalaikan dari khusu’ seperti perhiasan dan lukisan, janganlah
shalat saat berhadapan dengan hidangan yang menarik, demikian juga saat
menahan berak dan kencing.
42. Memandang ke tempat sujud saat berdiri.
43. Tidak menoleh ke kanan dan ke kiri, karena menoleh adalah curian yang dilakukan oleh syaitan dari shalat seorang hamba.
44. Tidak boleh mengarahkan pandangan ke langit (ke atas).
DO’A ISTIFTAAH (PEMBUKAAN)
45. Kemudian
membuka bacaan dengan sebagian do’a-do’a yang sah dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang jumlahnya banyak, yang masyhur diantaranya ialah
:
“Subhaanaka Allahumma wa bihamdika, wa tabaarakasmuka, wa ta’alaa jadduka, walaa ilaha ghaiyruka”.
“Artinya :
Maha Suci Engkau ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu, kedudukan-Mu
sangat agung, dan tidak ada sembahan yang hak selain Engkau”.
Perintah ber-istiftah telah sah dari Nabi, maka sepatutnya diperhatikan untuk diamalkan.
“ALLAHUUMMA
BA’ID BAINII WA BAINA KHATHAAYAAYA KAMAA BAA’ADTA BAINAL MASYRIQI WAL
MAGHRIBI, ALLAAHUMMA NAQQINII MIN KHATHAAYAAYA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL
ABYADHU MINAD DANAS. ALLAAHUMMAGHSILNII MIN KHATHAAYAAYA BIL MAA’I WATS
TSALJI WAL BARADI”
artinya:
“Ya, Allah,
jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau
menjauhkan antara timur dan barat. Ya, Allah, bersihkanlah aku dari
kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran.
Ya, Allah cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan
embun.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah).
Atau kadang-kadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga membaca dalam sholat fardhu:
“WAJJAHTU
WAJHIYA LILLADZII FATARAS SAMAAWAATI WAL ARDHA HANIIFAN [MUSLIMAN] WA
MAA ANA MINAL MUSYRIKIIN. INNA SHOLATII WANUSUKII WAMAHYAAYA WAMAMAATII
LILLAHI RABBIL ‘ALAMIIN. LAA SYARIIKALAHU WABIDZALIKA UMIRTU WA ANA
AWWALUL MUSLIMIIN. ALLAHUMMA ANTAL MALIKU, LAA ILAAHA ILLA ANTA
[SUBHAANAKA WA BIHAMDIKA] ANTA RABBII WA ANA ‘ABDUKA, DHALAMTU NAFSII,
WA’TARAFTU BIDZAMBI, FAGHFIRLII DZAMBI JAMII’AN, INNAHU LAA YAGHFIRUDZ
DZUNUUBA ILLA ANTA. WAHDINII LI AHSANIL AKHLAAQI LAA YAHDII LI AHSANIHAA
ILLA ANTA, WASHRIF ‘ANNII SAYYI-AHAA LAA YASHRIFU ‘ANNII SAYYI-AHAA
ILLA ANTA LABBAIKA WA SA’DAIKA, WAL KHAIRU KULLUHU FII YADAIKA. WASY
SYARRULAISA ILAIKA. [WAL MAHDIYYU MAN HADAITA]. ANA BIKA WA ILAIKA [LAA
MANJAA WALAA MALJA-A MINKA ILLA ILAIKA. TABAARAKTA WA TA'AALAITA
ASTAGHFIRUKA WAATUUBU ILAIKA"
yang artinya:
"Aku
hadapkan wajahku kepada Pencipta seluruh langit dan bumi dengan penuh
kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sholatku,
ibadahku, hidupku dan matiku semata-mata untuk Allah, Rabb semesta alam,
tiada sesuatu pun yang menyekutui-Nya. Demikianlah aku diperintah dan
aku termasuk orang yang pertama-tama menjadi muslim. Ya Allah, Engkaulah
Penguasa, tiada Ilah selain Engkau semata-mata. [Engkau Mahasuci dan
Mahaterpuji], Engkaulah Rabbku dan aku hamba-Mu, aku telah menganiaya
diriku dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah semua dosaku.
Sesungguhnya hanya Engkaulah yang berhak mengampuni semua dosa. Berilah
aku petunjuk kepada akhlaq yang paling baik, karena hanya Engkaulah yang
dapat memberi petunjuk kepada akhlaq yang terbaik dan jauhkanlah diriku
dari akhlaq buruk. Aku jawab seruan-Mu, sedang segala keburukan tidak
datang dari-Mu. [Orang yang terpimpin adalah orang yang Engkau beri
petunjuk]. Aku berada dalam kekuasaan-Mu dan akan kembali kepada-Mu,
[tiada tempat memohon keselamatan dan perlindungan dari siksa-Mu kecuali
hanya Engkau semata]. Engkau Mahamulia dan Mahatinggi, aku mohon ampun
kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)
5. QIRAAH (BACAAN)
46. Kemudian wajib berlindung kepada Allah Ta’ala, dan bagi yang meninggalkannya mendapat dosa.
47. Termasuk sunnah jika sewaktu-waktu membaca.
“A’UUDZUBILLAHI MINASY SYAITHAANIR RAJIIM MIN HAMAZIHI WA NAFKHIHI WANAFTSIHI”
artinya:
“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari semburannya (yang menyebabkn gila), dari kesombongannya, dan dari hembusannya (yang menyebabkan kerusakan akhlaq).”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).
48. Dan sewaktu-waktu membaca tambahan.
“A’UUZUBILLAHIS SAMII’IL ALIIM MINASY SYAITHAANIR RAJIIM…”
artinya:
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk…”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan).
49. Kemudian membaca basmalah (bismillah) di semua shalat secara sirr (tidak diperdengarkan).
MEMBACA AL-FAATIHAH
50. Kemudian
membaca surat Al-Fatihah sepenuhnya termasuk bismillah, ini adalah
rukun shalat dimana shalat tak sah jika tidak membaca Al-Fatihah,
sehingga wajib bagi orang-orang ‘Ajm (non Arab) untuk menghafalnya.
51. Bagi yang tak bisa menghafalnya boleh membaca.
“Subhaanallah, wal hamdulillah walaa ilaha illallah, walaa hauwla wala quwwata illaa billah”.
“Artinya :
Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada sembahan yang haq
selain Allah, serta tidak ada daya dan kekuatan melainkan karena Allah”.
52. Didalam
membaca Al-Fatihah, disunnahkan berhenti pada setiap ayat, dengan cara
membaca. (Bismillahir-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca.
(Alhamdulillahir-rabbil ‘aalamiin) lalu berhenti, kemudian membaca.
(Ar-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca. (Maaliki
yauwmiddiin) lalu berhenti, dan demikian seterusnya. Demikianlah cara
membaca Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seluruhnya. Beliau berhenti
di akhir setiap ayat dan tidak menyambungnya dengan ayat sesudahnya
meskipun maknanya berkaitan.
53. Boleh membaca (Maaliki) dengan panjang, dan boleh pula (Maliki) dengan pendek.
BACAAN MA’MUM
54. Wajib
bagi ma’mum membaca Al-Fatihah di belakang imam yang membaca sirr (tidak
terdengar) atau saat imam membaca keras tapi ma’mum tidak mendengar
bacaan imam, demikian pula ma’mum membaca Al-Fatihah bila imam berhenti
sebentar untuk memberi kesempatan bagi ma’mum yang membacanya. Meskipun
kami menganggap bahwa berhentinya imam di tempat ini tidak tsabit dari
sunnah.
BACAAN SESUDAH AL-FATIHAH
55.
Disunnahkan sesudah membaca Al-Fatihah, membaca surat yang lain atau
beberapa ayat pada dua raka’at yang pertama. Hal ini berlaku pula pada
shalat jenazah.
56.
Kadang-kadang bacaan sesudah Al-Fatihah dipanjangkan kadang pula
diringkas karena ada faktor-faktor tertentu seperti safar (bepergian),
batuk, sakit, atau karena tangisan anak kecil.
57. Panjang
pendeknya bacaan berbeda-beda sesuai dengan shalat yang dilaksanakan.
Bacaan pada shalat subuh lebih panjang daripada bacaan shalat fardhu
yang lain, setelah itu bacaan pada shalat dzuhur, pada shalat ashar,
lalu bacaan pada shalat isya, sedangkan bacaan pada shalat maghrib
umumnya diperpendek.
58. Adapun bacaan pada shalat lail lebih panjang dari semua itu.
59. Sunnah membaca lebih panjang pada rakaat pertama dari rakaat yang kedua.
60. Memendekkan dua rakaat terakhir kira-kira setengah dari dua rakaat yang pertama.
61. Membaca Al-Fatihah pada semua rakaat.
62. Disunnahkan pula menambahkan bacaan surat Al-Fatihah dengan surat-surat lain pada dua rakaat yang terakhir.
63. Tidak
boleh imam memanjangkan bacaan melebihi dari apa yang disebutkan di
dalam sunnah karena yang demikian bisa-bisa memberatkan ma’mum yang
tidak mampu seperti orang tua, orang sakit, wanita yang mempunyai anak
kecil dan orang yang mempunyai keperluan.
MENGERASKAN DAN MENGECILKAN BACAAN
64. Bacaan
dikeraskan pada shalat shubuh, jum’at, dua shalat ied, shalat istisqa,
khusuf dan dua rakaat pertama dari shalat maghrib dan isya. Dan
dikecilkan (tidak dikeraskan) pada shalat dzuhur, ashar, rakaat ketiga
dari shalat maghrib, serta dua rakaat terakhir dari shalat isya.
65. Boleh bagi imam memperdengarkan bacaan ayat pada shalat-shalat sir (yang tidak dikeraskan).
66. Adapun witir dan shalat lail bacaannya kadang tidak dikeraskan dan kadang dikeraskan.
MEMBACA AL-QUR’AN DENGAN TARTIL
67. Sunnah
membaca Al-Qur’an secara tartil (sesuai dengan hukum tajwid) tidak
terlalu dipanjangkan dan tidak pula terburu-buru, bahkan dibaca secara
jelas huruf perhuruf. Sunnah pula menghiasi Al-Qur’an dengan suara serta
melagukannya sesuai batas-batas hukum oleh ulama ilmu tajwid. Tidak
boleh melagukan Al-Qur’an seperti perbuatan Ahli Bid’ah dan tidak boleh
pula seperti nada-nada musik.
68. Disyari’atkan bagi ma’mum untuk membetulkan bacaan imam jika keliru.
6. RUKU’
69. Bila selesai membaca, maka diam sebentar menarik nafas agar bisa teratur.
70. Kemudian mengangkat kedua tangan seperti yang telah dijelaskan terdahulu pada takbiratul ihram.
71. Dan takbir, hukumnya adalah wajib.
72. Lalu
ruku’ sedapatnya agar persendian bisa menempati posisinya dan setiap
anggota badan mengambil tempatnya. Adapun ruku’ adalah rukun.
CARA RUKU’
73.
Meletakkan kedua tangan di atas lutut dengan sebaik-baiknya, lalu
merenggangkan jari-jari seolah-olah menggenggam kedua lutut. Semua itu
hukumnya wajib.
74. Mensejajarkan punggung dan meluruskannya, sehingga jika kita menaruh air di punggungnya tidak akan tumpah. Hal ini wajib.
75. Tidak merendahkan kepala dan tidak pula mengangkatnya tapi disejajarkan dengan punggung.
76. Merenggangkan kedua siku dari badan.
77. Mengucapkan saat ruku’.
“Subhaana rabbiiyal ‘adhiim”.
“Artinya : Segala puji bagi Allah yang Maha Agung”. tiga kali atau lebih.
MENYAMAKAN PANJANGNYA RUKUN
78. Termasuk
sunnah untuk menyamakan panjangnya rukun, diusahakan antara ruku’
berdiri dan sesudah ruku’, dan duduk diantara dua sujud hampir sama.
79. Tidak boleh membaca Al-Qur’an saat ruku’ dan sujud.
I’TIDAL SESUDAH RUKU’
80. Mengangkat punggung dari ruku’ dan ini adalah rukun.
81. Dan saat i’tidal mengucapkan .
“Syami’allahu-liman hamidah”.
“Artinya : Semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya”. adapun hukumnya wajib.
82. Mengangkat kedua tangan saat i’tidal seperti dijelaskan terdahulu.
83. Lalu berdiri dengan tegak dan tenang sampai seluruh tulang menempati posisinya. Ini termasuk rukun.
84. Mengucapkan saat berdiri.
“Rabbanaa wa lakal hamdu”
“Artinya :
Ya tuhan kami bagi-Mu-lah segala puji”. Hukumnya adalah wajib bagi
setiap orang yang shalat meskipun sebagai imam, karena ini adalah wirid
saat berdiri, sedang tasmi (ucapan Sami’allahu liman hamidah) adalah
wirid i’tidal (saat bangkit dari ruku’ sampai tegak).
85. Menyamakan panjang antara rukun ini dengan ruku’ seperti dijelaskan terdahulu.
7. SUJUD
86. Lalu mengucapkan “Allahu Akbar” dan ini wajib.
87. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangan.
TURUN DENGAN KEDUA TANGAN
88. Lalu turun untuk sujud dengan kedua tangan diletakkan terlebih dahulu sebelum kedua lutut, demikianlah yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta tsabit dari perbuatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk menyerupai cara berlututnya unta yang turun dengan kedua lututnya yang terdapat di kaki depan.
89. Apabila sujud -dan ini adalah rukun- bertumpu pada kedua telapak tangan serta melebarkannya.
90. Merapatkan jari jemari.
91. Lalu menghadapkan ke kiblat.
92. Merapatkan kedua tangan sejajar dengan bahu.
93. Kadang-kadang meletakkan keduanya sejajar dengan telinga.
94. Mengangkat kedua lengan dari lantai dan tidak meletakkannya seperti cara anjing. Hukumnya adalah wajib.
95. Menempelkan hidung dan dahi ke lantai, ini termasuk rukun.
96. Menempelkan kedua lutut ke lantai.
97. Demikian pula ujung-ujung jari kaki.
98. Menegakkan kedua kaki, dan semua ini adalah wajib.
99. Menghadapkan ujung-ujung jari ke qiblat.
100. Meletakkan/merapatkan kedua mata kaki.
BERLAKU TEGAK KETIKA SUJUD
101. Wajib
berlaku tegak ketika sujud, yaitu tertumpu dengan seimbang pada semua
anggota sujud yang terdiri dari : Dahi termasuk hidung, dua telapak
tangan, dua lutut dan ujung-ujung jari kedua kaki.
102. Barangsiapa sujud seperti itu berarti telah thuma’ninah, sedangkan thuma’ninah ketika sujud termasuk rukun juga.
103. Mengucapkan ketika sujud.
“Subhaana rabbiyal ‘alaa”
“Artinya : Maha Suci Rabbku yang Maha Tinggi” diucapkan tiga kali atau lebih.
104. Disukai untuk memperbanyak do’a saat sujud, karena saat itu do’a banyak dikabulkan.
105. Menjadikan sujud sama panjang dengan ruku’ seperti diterangkan terdahulu.
106. Boleh sujud langsung di tanah, boleh pula dengan pengalas seperti kain, permadani, tikar dan sebagainya.
107. Tidak boleh membaca Al-Qur’an saat sujud.
IFTIRASY DAN IQ’A KETIKA DUDUK ANTARA DUA SUJUD
108. Kemudian mengangkat kepala sambil takbir, dan hukumnya adalah wajib.
109. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangan.
110. Lalu duduk dengan tenang sehingga semua tulang kembali ke tempatnya masing-masing, dan ini adalah rukun.
111. Melipat kaki kiri dan mendudukinya. Hukumnya wajib.
112. Menegakkan kaki kanan (sifat duduk seperti No. 111 dan 112 ini disebut Iftirasy).
113. Menghadapkan jari-jari kaki ke kiblat.
114. Boleh iq’a sewaktu-waktu, yaitu duduk di atas kedua tumit.
115. Mengucapkan pada waktu duduk.
“Allahummagfirlii, warhamnii’ wajburnii’, warfa’nii’, wa ‘aafinii, warjuqnii”.
“Artinya : Ya Allah ampunilah aku, syangilah aku, tutuplah kekuranganku, angkatlah derajatku, dan berilah aku afiat dan rezeki”.
116. Dapat pula mengucapkan.
“Rabbigfirlii, Rabbigfilii”.
“Artinya : Ya Allah ampunilah aku, ampunilah aku”.
117. Memperpanjang duduk sampai mendekati lama sujud.
SUJUD KEDUA
118. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib.
119. Kadang-kadang mengangkat kedua tangannya dengan takbir ini.
120. Lalu sujud yang kedua, ini termasuk rukun juga.
121. Melakukan pada sujud ini apa-apa yang dilakukan pada sujud pertama.
DUDUK ISTIRAHAT
122. Setelah mengangkat kepala dari sujud kedua, dan ingin bangkit ke rakaat yang kedua wajib takbir.
123. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangannya.
124. Duduk
sebentar di atas kaki kiri seperti duduk iftirasy sebelum bangkit
berdiri, sekadar selurus tulang menempati tempatnya.
RAKAAT KEDUA
125.
Kemudian bangkit raka’at kedua -ini termasuk rukun- sambil menekan ke
lantai dengan kedua tangan yang terkepal seperti tukang tepung mengepal
kedua tangannya.
126. Melakukan pada raka’at yang kedua seperti apa yang dilakukan pada rakaat pertama.
127. Akan tetapi tidak membaca pada raka’at yang kedua ini do’a iftitah.
128. Memendekkan raka’at kedua dari raka’at yang pertama.
DUDUK TASYAHUD
129. Setelah selesai dari raka’at kedua duduk untuk tasyahud, hukumnya wajib.
130. Duduk iftirasy seperti diterangkan pada duduk diantara dua sujud.
131. Tapi tidak boleh iq’a di tempat ini.
132. Meletakkan tangan kanan sampai siku di atas paha dan lutut kanan, tidak diletakkan jauh darinya.
133. Membentangkan tangan kiri di atas paha dan lutut kiri.
134. Tidak boleh duduk sambil bertumpu pada tangan, khususnya tangan yang kiri.
MENGGERAKKAN TELUNJUK DAN MEMANDANGNYA
”135. Menggenggam jari-jari tangan kanan seluruhnya, dan sewaktu-waktu meletakkan ibu jari di atas jari tengah.
136. Kadang-kadang membuat lingkaran ibu jari dengan jari tengah.
137. Mengisyaratkan jari telunjuk ke qiblat.
138. Dan melihat pada telunjuk.
139. Menggerakkan telunjuk sambil berdo’a dari awal tasyahud sampai akhir.
140. Tidak boleh mengisyaratkan dengan jari tangan kiri.
141. Melakukan semua ini di semua tasyahud.
UCAPAN TASYAHUD DAN DO’A SESUDAHNYA
142. Tasyahud adalah wajib, jika lupa harus sujud sahwi.
143. Membaca tasyahud dengan sir (tidak dikeraskan).
144. Dan lafadznya :
“At-tahiyyaatu
lillah washalawaatu wat-thayyibat, assalamu ‘alan – nabiyyi
warrahmatullahi wabarakaatuh, assalaamu ‘alaiynaa wa’alaa
‘ibaadil-llahis-shaalihiin, asyhadu alaa ilaaha illallah, asyhadu anna
muhamaddan ‘abduhu warasuuluh”.
“Artinya :
Segala penghormatan bagi Allah, shalawat dan kebaikan serta keselamatan
atas Nabi dan rahmat Allah serta berkat-Nya. Keselamatan atas kita dan
hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan
selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad hamba dan rasul-Nya”.
145. Sesudah itu bershalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengucapkan :
“ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHALLAITA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID. ALLAAHUMMA BAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BARAKTA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID.”artinya: “Ya Allah berikanlah Shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada keluarga Ibarahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.”
146. Dapat
juga diringkas sebagai berikut : “Allahumma shalli ‘alaa muhammad, wa
‘alaa ali muhammad, wabaarik ‘alaa muhammadiw wa’alaa ali muhammadin
kamaa shallaiyta wabaarikta ‘alaa ibraahiim wa’alaa ali ibraahiim,
innaka hamiidum majiid”.
“Artinya :
Ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad
sebagaimana engkau bershalawat dan memberkahi Ibrahim dan keluarga
Ibrahim sesungguhnya Engkau Terpuji dan Mulia”.
147.
Kemudian memilih salah satu do’a yang disebutkan dalam kitab dan sunnah
yang paling disenangi lalu berdo’a kepada Allah dengannya.
(tambahan-red)
Dari Abu Hurairah berkata; berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam : “Apabila kamu telah selesai bertasyahhud maka hendaklah
berlindung kepada Allah dari empat (4) hal, dia berkata:
“ALLAAHUMMA
INNII A’UUDZUBIKA MIN ‘ADZAABI JAHANNAMA WA MIN ‘ADZAABIL QABRI WA MIN
FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT WA MIN FITNATIL MASIIHID DAJJAAL.”
artinya: “Ya
Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam, siksa kubur,
fitnahnya hidup dan mati serta fitnahnya Al-Masiihid Dajjaal.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim)
RAKAAT KETIGA DAN KEEMPAT
148. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib. Dan sunnah bertakbir dalam keadaan duduk.
149. Kadang-kadang mengangkat kedua tangan.
150. Kemudian bangkit ke raka’at ketiga, ini adalah rukun seperti sebelumnya.
151. Seperti itu pula yang dilakukan bila ingin bangkit ke raka’at yang ke empat.
152. Akan
tetapi sebelum bangkit berdiri, duduk sebentar di atas kaki yang kiri
(duduk iftirasy) sampai semua tulang menempati tempatnya.
153. Kemudian berdiri sambil bertumpu pada kedua tangan sebagaimana yang dilakukan ketika berdiri ke rakaat kedua.
154. Kemudian membaca pada raka’at ketiga dan keempat surat Al-Fatihah yang merupakan satu kewajiban.
155. Setelah membaca Al-Fatihah, boleh sewaktu-waktu membaca bacaan ayat atau lebih dari satu ayat.
QUNUT NAZILAH DAN TEMPATNYA
156. Disunatkan untuk qunut dan berdo’a untuk kaum muslimin karena adanya satu musibah yang menimpa mereka.
157. Tempatnya adalah setelah mengucapkan :
“Rabbana lakal hamdu”.
158. Tidak ada do’a qunut yang ditetapkan, tetapi cukup berdo’a dengan do’a yang sesuai dengan musibah yang sedang terjadi.
159. Mengangkat kedua tangan ketika berdo’a.
160. Mengeraskan do’a tersebut apabila sebagai imam.
161. Dan orang yang dibelakangnya mengaminkannya.
162. Apabila telah selesai membaca do’a qunut lalu bertakbir untuk sujud.
QUNUT WITIR, TEMPAT DAN LAFADZNYA
163. Adapun qunut di shalat witir disyari’atkan untuk dilakukan sewaktu-waktu.
164. Tempatnya sebelum ruku’, hal ini berbeda dengan qunut nazilah.
165.
Mengucapkan do’a berikut : “Allahummah dinii fiiman hadayit, wa
‘aafiinii fiiman ‘aafayit, watawallanii fiiman tawallayit, wa baariklii
fiimaa a’thayit, wa qinii syarra maaqadhayit, fainnaka taqdhii walaa
yuqdhaa ‘alayika wainnahu laayadzillu maw waalayit walaa ya’izzu man
‘aadayit, tabaarakta rabbanaa wata’alayit laa manjaa minka illaa
ilayika”.
“Artinya :
Ya Allah tunjukilah aku pada orang yang engkau tunjuki dan berilah aku
afiat pada orang yang Engkau beri afiat. Serahkanlah aku pada orang yang
berwali kepada-Mu, berilah aku berkah pada apa yang Engkau berikan
kepadaku, lindungilah aku dari keburukan yang Engkau tetapkan, karena
Engkau menetapkan, dan tidak ada yang menetapkan untukku. Dan
sesungguhnya tidak akan hina orang yang berwali kepada-Mu, dan tidak
akan mulia orang yang memusuhi-Mu, Engkau penuh berkah, Wahai Rabb kami
dan kedudukan-Mu sangat tinggi, tidak ada tempat berlindung kecuali
kepada-Mu”.
166. Do’a
ini termasuk do’a yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam diperbolehkan karena tsabit dari para shahabat radiyallahu anhum.
167. Kemudian ruku’ dan bersujud dua kali seperti terdahulu.
TASYAHUD AKHIR DAN DUDUK TAWARUK
169. Melakukan pada tasyahud akhir apa yang dilakukan pada tasyahud awal.
170. Selain
duduk di sini dengan cara tawaruk yaitu meletakkan pangkal paha kiri ke
tanah dan mengeluarkan kedua kaki dari satu arah dan menjadikan kaki
kiri ke bawah betis kanan.
171. Menegakkan kaki kanan.
172. Kadang-kadang boleh juga dijulurkan.
173. Menutup lutut kiri dengan tangan kiri yang bertumpu padanya.
KEWAJIBAN SHALAWAT ATAS NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM DAN BERLINDUNG DARI EMPAT PERKARA
174. Wajib
pada tasyahud akhir bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sebagaimana lafadz-lafadznya yang telah kami sebutkan pada
tasyahud awal.
175.
Kemudian berlindung kepada Allah dari empat perkara, dan mengucapkan :
“Allahumma inii a’uwdzubika min ‘adzaabi jahannam, wa min ‘adzaabil
qabri wa min fitnatil mahyaa wal mamaati wa min tsarri fitnatil masyihid
dajjal”.
“Artinya :
Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari siksa Jahannam dan dari siksa
kubur, dan dari fitnah orang yang hidup dan orang yang mati serta dari
keburukan fitnah masih ad-dajjal”.
BERDO’A SEBELUM SALAM
176.
Kemudian berdo’a untuk dirinya dengan do’a yang nampak baginya dari
do’a-do’a tsabit dalam kitab dan sunnah, dan do’a ini sangat banyak dan
baik. Apabila dia tidak menghafal satupun dari do’a-do’a tersebut maka
diperbolehkan berdo’a dengan apa yang mudah baginya dan bermanfaat bagi
agama dan dunianya.
SALAM DAN MACAM-MACAMNYA
177. Memberi salam ke arah kanan sampai terlihat putih pipinya yang kanan, hal ini adalah rukun.
178. Dan ke arah kiri sampai terlihat putih pipinya yang kiri meskipun pada shalat jenazah.
179. Imam mengeraskan suaranya ketika salam kecuali pada shalat jenazah.
180. Macam-macam cara salam.
* Pertama mengucapkan
“Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu” ke arah kanan dan mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah” ke arah kiri.
* Kedua : Seperti di atas tanpa (Wabarakatuh).
* Kedua : Seperti di atas tanpa (Wabarakatuh).
“Assalamu’alaikum warahmatullahi” ke arah kanan dan “Assalamu’alaikum” ke arah kiri.
* Keempat : Memberi salam dengan satu kali ke depan dengan sedikit miring ke arah kanan.
* Keempat : Memberi salam dengan satu kali ke depan dengan sedikit miring ke arah kanan.
PENUTUP
Saudaraku seagama.
Inilah yang terjangkau bagiku dalam meringkas sifat shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai satu usaha untuk mendekatkannya kepadamu sehingga engkau mendapatkan satu kejelasan, tergambar dalam benakmu, seakan-akan engkau melihatnya dengan kedua belah matamu. Apabila engkau melaksanakan shalatmu sebagaimana yang aku sifatkan kepadamu tentang shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku mengharapkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menerima shalatmu, karena engkau telah melaksanakan satu perbuatan yang sesuai dengan perkataan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Inilah yang terjangkau bagiku dalam meringkas sifat shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai satu usaha untuk mendekatkannya kepadamu sehingga engkau mendapatkan satu kejelasan, tergambar dalam benakmu, seakan-akan engkau melihatnya dengan kedua belah matamu. Apabila engkau melaksanakan shalatmu sebagaimana yang aku sifatkan kepadamu tentang shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku mengharapkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menerima shalatmu, karena engkau telah melaksanakan satu perbuatan yang sesuai dengan perkataan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”.
Setelah itu
satu hal jangan engkau lupakan, agar engkau menghadirkan hatimu dan
khusyu’ ketika melakukan shalat, karena itu tujuan utama berdirinya sang
hamba di hadapan Allah Subahanahu wa Ta’ala, dan sesuai dengan
kemampuan yang ada padamu dari apa yang aku sifatkan tentang kekhusu’an
serta mengikuti cara shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga
engkau mendapatkan hasil diharapkan sebagaimana yang telah diisyaratkan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan firman-Nya.
“Artinya : Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan munkar”.
Akhirnya.
Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menerima shalat kita
dan amal kita secara keseluruhan, dan menyimpan pahala shalat kita
sampai kita bertemu dengan-Nya. “Di hari tidak bermanfaat lagi harta dan
anak-anak kecuali yang datang dengan hati yang suci”. Dan segala puji
bagi Allah Tuhan semesta alam.
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.”
(HR. Al-Bukhari no. 628, 7246 dan Muslim no. 1533)
Semoga Bermanfaat Bagi sekalian Jazakallah khair ...
Posting Komentar